Minggu, 18 Maret 2018

Eayan (Aye)


Image result for fun art mata dua warna

Saat kau lahir, mata mu tercipta untuk melihat dunia. Mata mu, dicipta untuk melihat segalanya kecuali dirimua sediri. Perlahan lahan, setelah beberapa waktu hidup, menusia akan mampu melihat seluruh tubuhnya sendiri. Beberapa dapat melihat rambutnya, tapi dari leher sampai ubun ubun kepala, tanpa cermin, tanpa bantuan sesuatu yang lain, adakah yang dapat melihat wajahnya? Lehernya? Atau yang paling mendasar, bentuk dari mata yang melihat segalanya. Adakah yang dapat melihatnya? Tidak.

Kita di ciptakan dengan satu sudut pandang, kita bahkan tak bisa melihat objek lebih banyak dari pada seekor kadal atau unggas nocturnal yang dapat memutas bola matanya lebih banyak dari pada manusia. Tapi dari pada itu, bukankah saat ini hal itu bukan masalah. Sudah ada cermin dan segala macam benda untuk dapat melihat bagaimana rupamu yang tak pernah bisa dilihat sendiri.
Tapi apakah itu artinya masalah itu terpecahkan? Atau sebenarnya itu bukanlah masalah? Atau itu semua memang sesuatu yang tak pernah ada artinya.

Sering di katakan, seseorang akan lebih baik saat menyelesaikan masalah orang lain dari pada 
masalah dirinya sendiri.

Juga sering di rasakan, milik orang lain, kelebihan orang lain, keburukan orang lain, dan orang lain selalu lebih di sadari keberadaan kurang dan lebihnya, dari pada milik sendiri.
Bukan seekor semut yang terlihat di ujung lautan, bukan juga gajah yang tak terlihat di pelupuk mata. Ini adalah tentang, apa yang memang hanya bisa di lihat dengan mata, apa yang bisa di lihat oleh manusia pada dasarnya.

Bahwa, manusia akan lebih mampu melihat sesuatu yang bukan ada di dalam dirinya.
Apa ada yang menyadari kesamaan antara sudut pandang dan persepsi yang begitu mirip namun berbeda?!

Aku menyadarinya, ketika aku tumbuh dan hidup penuh cinta dan kasih terhadap apapun bahkan benda mati sekalipun. Aku selalu merasa, bahwa benda benda mati pada dasarnya hidup, dan akan bersedih saat kau meletakkannya setelah melihat lihatnya saja di lemari supermarket, atau malah mengambil barang yang lain yang lebih bagus setelah puas melihat lihatnya dan memegang megangnya. Adakah yang pernah berfikir seperti ini? secara tak langsung, kita selalu memberi harapan palsu pada benda pertama yang ingin kita beli, dan pada akhirnya membeli benda yang lain, yang sama, namun lebih bagus, dan belum di pegang. Jika benda itu hidup, pernahkan kau merasakan betapa sedihnya dia?

Sejak kecil aku juga tak pernah menemukan hewan yang membuat aku marah. Sejauh ini, sekalipun hiu dan harimau bahkan buaya adalah makhluk yang sejujurnya bisa di katakan yang paling jahat terhadap sesama hewan, tapi kurasa itu adalah hal yang memang telah ada jalannya. Bukankah itu takdir mereka? Jadi apa yang harus mereka makan? Daun?! Jika membahas ini lebih lanjut maka manusialah yang akan menjadi makhluk paling mengerikan karena memakan segalanya~

Antara orang tua dan anak kecil, aku memang selalu lebih menyukai orang tua. Anak anak menurutku hanya makhluk makhluk yang tak tau apa yang sedang mereka lakukan dan mereka hanya bisa bersenang senang. Itu juga bukan salah mereka, karenanya aku lebih memilih menjauhi sesuatu yang tak bisa ku salahkan takdirnya. Ada masanya mereka akan tumbuh dan jadi makhluk yang lebih berguna selain dari pada menyusahkan dan merepotkan orang orang di sekitar mereka.

Penjahat, pembunuh, pengguna obat obatan, bahkan orang orang berprilaku menyimpang. Aku bisa memberikan toleransi besar terhadap apapun yang mereka lakukan. Walau ada beberapa orang yang memang lebih baik mati dari pada hidup dan menyengsarakan, bukankah semua orang punya sisi jahat dan baik. Maka aku selalu menerima alasan prilaku seseorang sejahat apapun dia, tapi tentu dengan tidak membenarkan apa yang dia lakukan juga.

Tapi, saat ku sadari, pada akhirnya aku bisa membenci sesuatu, ketika aku benar benar tak bisa menemukan alasan yang cukup untuk membuatku mengerti, ketika aku benar benar telah memvonisnya sebagai sesuatu yang salah, maka itu ternyata adalah bagian dari milikku.
Sesuatu yang masih memiliki aliran darah yang sama denganku. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, kurasa di luar sana masih banyak makhluk yang lebih buruk darinya, dan dia bahkan termasuk yang memiliki banyak kelebihan lainnya dari pada kekurangannya, tapi, aku berhasil membencinya. Artinya, apapun alasannya, apapun kelebihannya, aku tak menerimanya.
Apakah itu artinya, aku memang tak bisa melihat milikku dengan benar, seperti aku yang hanya bisa melihat wajahku dari kaca maka aku tetap bisa melupakan wajahku tanpa bantuannya sedangkan wajah siapapun dapat dnegan mudahnya terekam di memoriku karena aku melihatnya secara langsung.

Apakah persepsi manusia juga seperti itu? Itukah alasannya maka semua orang selalu hanya bisa menghargai sesuatu jika dia telah kehilangan? Artinya dia baru menyadari dia pernah memiliki, tapi dia tak bisa merasakannya saat ada karena tak bisa melihatnya dengan benar, dan ketika hal itu hilang, barulah dia benar benar bisa mengingat dia pernah memilikinya?!

Bagaimana, jika seseorang merasa yakin bahwa dia tak akan menyesal, bahwa sesuatu itu di anggap benar benar buruk, tapi orang lain akan berfikir sebaliknya. Mereka bisa melihat dari sudut pandang berbeda, seperti saat aku melihat hal buruk pada mereka dengan sudut pandang mereka. Maka, apakah manusia benar benar tak bisa melakukannya sendiri?

“penyesalan itu selalu datang belakangan”

Apakah pribahasa itu abadi? Seperti saat kau meraba dan mengingat seluruh fitur di wajahmu, tapi jika kau bukan orang buta, atau tak benar benar melihatnya dengan cermin, kau tak akan bisa membayangkan bagaimana bentuknya bukan. Maka, kau hanya akan menyadari bahwa kau memiliki telinga yang bagus setelah kau kehilangannya walaupun kau tak bisa melihat bentuknya. Kau juga pasti akan tetap menangis ketika seluruh kulit wajahmu terbakar dan menggerutu walau sebelumnya kau tak bisa melihat tapi bisa merasakan halusnya. Kau mungkin juga akan menyadari betapa anehnya hidungmu jika dia tak berlubang lagi walau sebelumnya kau tak bisa benar benar melihat hidungmu yang utuh.

Maka, haruskan hilang dulu? Haruskan berubah dulu? Haruskan menyesal kemudian?
Ku fikir, menerima apa adanya sesuatu yang kau miliki bukanlah persoalan mudah. Karenanya, jika itu adalah solusi terakhir, maka ini perkara sulit.

Seperti halnya, sinar terang matahari tak selamanya mampu menjamin tak akan ada hujan, karena hujan di panas hari juga tetap ada~. Manusia, dengan segala kelebihannya dan kerendahan hatinya masih bisa membenci dan marah. Manusia dengan segala yang dia bisa masih bisa gagal. Bahkan jika Tuhan yang melarang, manusia masih mampu melakukan dosa.

Manusia adalah makhluk terkejam dan tanpa batas, manusia adalah badai yang mampu bawa kehancuran dan keindahan pelangi secara bersamaan. Manusia dapat menangis karena segala hal, dan dapat terdiam walau makhluk paling lucu di muka bumi ada di hadapannya. Manusia adalah makhluk yang paling sanggup melewati batasannya. Manusia adalah sesuatu yang luar biasa apalagi Tuhannya.

Dan akhirnya, aku hanya sedang menegaskan, aku sedang membenci sesuatu yang tak bisa ku lihat sisi baiknya dengan mata yang hanya bisa melihat ke luar, bukan kedalam. Aku sedang tak menghargai apa yang ada padaku, mungkin karena aku belum kehilangan. Dan aku sedang membanggakan kekuranganku yang semua orang juga seharusnya begitu.

Benarkan?

Benarkah?!